Pertanyaan ini sangat sederhana. Membutuhkan perenungan dalam menjawabnya. Terutama tentang eksistensi manusia dan kholiqnya (penciptanya). Keterbatasan kita. Kelemahan kita. Sifat sedih. Gelisah. Gundah. Mau dipenuhi dengan cara apa? Layaklah kita masuk dalam firman Allah Ta’ala dalam al a’rof:
أُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ.
وَلاَ تُفْسِدُوْا فِي الأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ الله قَرِيْبٌ مِنَ الْمُحْسِنِيْنَ
(الأعراف :55-56)
Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas . (ayat 55)
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan . Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (ayat 56)
Kita diajak memasuki wilayah penghambaan dengan cara menghaturkan permintaan segala kebutuhan kepada:
رَبَّكُمْ (robbakum). Robb kita merupakan Tuhan, dzat yang Maha Mendengar dan Maha Merawatmu (murobbi). Posisi dan fungsi robb kita adalah mengatur dan merawat jiwa dengan nikmat-Nya, merawat dan mengatur hati dengan rahmat-Nya, merawat dan mengatur manusia dan para hamba-Nya dengan hukum-hukum syariat-Nya dan seterusnya. Sebagai seorang hamba yang penuh kekurangan saat berdo’a pada robb harus secara:
تَضَرُّعًا (tadlorrungan) dari kata tadlarru’ yang artinya tadzallul, istikanah dan idharul khudlu’ yaitu menampakkan kerendahan, ketundukan dan kepatuhan. Teknisnya adalah tidak harus dengan cara disiarkan kepada kalayak umum. Apalagi dipamerkan publik. Namun harus:
خُفْيَةً (khufyah) lawan dari kata ‘alaniyah (yang nampak dan terang-terangan) artinya samar, diam-diam dan tersembunyi. Orang yang menghambakan diri penuh tanggung jawab tidak akan membuat kerusakkan di muka bumi. Karena hakekat dzikir, wirid dan do’a buka untuk membuat kerusakkan di muka bumi. Sementara itu fungsi utama adalah agar kita terhindar dari sifat kekuatiran. Berdo’a yang baik adalah merasa dan menumpahkan rasa: خَوْفًا dan طَمَعًا
خَوْفًا (khaufan) artinya perasaan akan terjadi atau tibanya hal-hal buruk yang dibenci. Biasanya dialihbahasakan takut, cemas atau khawatir serta was-was. Dan
طَمَعًا (thoma’a) artinya harapan akan terjadi atau tibanya hal-hal baik yang diinginkan.
Manfaat yang pasti didapat orang yang dzikir, wirid dan berdo’a adalah kemaslahatan, kebaikan, keselamatan kehidupan dunia dan akhirat dari Allah Ta’ala. Bahkan dapat dijadikan perisai dalam menghadapi bahaya. Dzikir dan wirid tetap mendapatkan nilai pahala dari Allah Ta’ala. Karena sesungguhnya Dzikir dan wirid merupakan ibadah. Dan dapat dikatakan intinya ibadah (mukhul ibadah). Dzikir dan wirid merupakan iktiar agar ada proses istijabah (pengabulan dan pemenuhan doa). Segala kebutuhan dikabulkan, dipenuhi baik dengan cara segera atau ditunda.
وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُوْنِى أَسْتَجِبْ لَكُمْ (المؤمن :60)
Dan Tuhanmu berfirman: ”Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.”(QS Al-Mukmin:60)
Jika ada jaminan seperti ini, mengapa kita masih enggan dzikir. Bahkan ada sekelompok kaum muslimin yang mencemooh dzikir. Kadangkala dipertentangkan teknis dzikir. Sering kita dengan orang membedakan dzikir berjamaah dan dzikir sendiri-sendiri. Masihkah kita sibuk dengan perdebatan. Waktu habis untuk debat. Bukan untuk membasai lisan dengan dzikir?. Nah baik dzikir jama’i maupun sendiri selayaknya selalu memperhatikan adab-adab dzikir, wirid dan do’a. Ingatlah kisah sahabat dalam suatu peperangan ketika melewati sebuah lembah tampak bertakbir dan bertahlil (berdoa) dengan suara keras-keras. Maka ditegurlah mereka oleh Rasulullah saw karena tidak dipenuhinya adab dan tatakrama dalam berdoa, sebagaimana hadits Nabi sholollah alahi wassalam:
إِرْبَعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا قَرِيْبًا
(رواه أحمد)
“Sayangilah dirimu, karena sesungguhnya kamu tidak berdoa kepada Dzat yang tuli dan tidak pula Dzat Yang Ghaib. Sesungguhnya kamu berdoa kepada Dzat Yang Maha Mendengar , Maha Melihat dan Maha Dekat.” (HR Ahmad)
Menurut Imam Al-Ghozali ada sepuluh tatakrama berdoa.
1. Cari waktu-waktu yang mulia. Saat waktu yang mulia berdo’a dengan penuh dan sungguh-sungguh. Diutamakan. Waktu yang mulia itu seperti Hari Arofah, Hari Jum’at, Bulan Romadlon dan sepertiga malam yang terakhir.
2. Hendaknya mengambil kesempatan keadaan-keadaan yang mulia seperti pada saat sujud, bertemu musuh dalam peperangan, keadaan turunnya hujan, ketika sholat diiqomati, ketika seusai sholat fardlu, di kala hati loba, ketika duduk di antara dua khutbah, ketika teraniaya atau didhalimi, orang tua kepada anak, anak kepada orang tua, dan lainnya.
3. Menghadap kiblat , mengangkat kedua tangan (lihat sikon) dan kedua tangan itu diusapkan ke dahi ketika selesai berdoa.
4. Merendahkan atau melembutkan suara antara suara samar dan suara keras.
5. Tidak memaksakan model lagu atau kata (sastra), seperti halnya bersajak dan berpuisi.
6. Tunduk dan patuh serta menampakkan kerendahan diri serta merasa butuh antara harap dan cemas.
7. Serius, konsentrasi dan konsisten dalam permintaannya.
8. Tidak kendor dan bosan-bosan (terus-terusan), misalnya ketika berdoa diulang-ulang hingga tiga kali.
9. Memulai dengan basmalah, hamdalah dan puji-pujian dilanjutkan dengan sholawat ke atas Nabi saw.
10. dan yang paling mendasar yaitu menghadap kepada Allah seraya bertaubat dan mengembalikan hak jika mendholimi.
11. Disamping pendapat dari al Ghozali tentua kita harus berdo’a dengan suara lembut dan halus, suara yang sedang-sedang saja, bahkan kalau bisa bersuara dalam hati. Hal ini berdasarkan keterangan ayat di atas.
12. Ikhlas
13. Menyebutkan yang dihajati secara wajar tidak melampaui batas kewajaran.
14. Tidak meminta dengan mentarget batas waktu dikabaulkan. Seakan memaksa.
15. Harus dihindari berdo’a, wirid, dzikir selain Allah Ta’ala. Karena perbuatan tersebut tergolong syirik.
16. Saat dan setelah do’a, wirid, dzikir tidak merencanakan dan melakukan perbuatan merusak (ifsad) di muka bumi.
17. Do’a, wirid, dan dzikir tidak dilakukan bersama-sama antar umat beragama.
Terkait adab, etika agar tidak melampaui batas dalam berdo’a kita dapat simak sabda Rasulullah sholollah alahi wassalam sebagai berikut:
إِنَّهُ سَيَكُوْنُ قَوْمٌ يَعْتَدُوْنَ فِي الدُّعَاءِ (رواه أبو داود وأحمد)
“Sesungguhnya akan ada kaum yang melampaui batas dalam berdoa.”
(HR Abu Dawud dan Ahmad)
Kebutuhan dan keterbatasan manusia mengharuskan bersegara kembali kepangkuan ilahi dengandzikir, wirid dan do’a. Allah swt berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوْا يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوْا لَنَا خَاشِعِيْنَ (الانبياء:90)
“Sesungguhnya mereka orang-orang yang selalu bersegera mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS Al-Anbiya’:90).
Insya Allah kami akan menyajikan wirid, dzikir dan do’a yang telah diamalkan oleh para ulama’-ulama’ salaf. Jika ada kesalahan tulis dan mungkin kurang tepat terjemah dan atau lainnya mohon kami diberi saran. Semoga bekal sedikit ini menjadikan amalan yang dapat menenangkan kehidupan di dunia dan menyelamatkan kehidupan akhirat. (ingat masih banyak ayat al Qur’an yang memberi motivasi dzikir, wirid dan do’a)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.