Senin, 13 April 2009

Tauhid Ahlussunnah2

Bila kita hidup pada zaman Rasulullah SAW, mungkin kita tidak terlalu sulit untuk menemukan kebenaran hakiki, karna kita bisa langsung bertanya kepada sumbenya langsung yaitu Rasulullah SAW, tetapi belum tentu juga kita tergolong orang yang beriman, Karen sungguh tidak gampang menerima ajaran baru jika kita telah memiliki aqidah lama yang telah mendarah daging turun temurun, hanya dengan Hidayah Allah lah kita akan mendapatkan jalan yang lurus, baik di zaman dulu maupun di zaman sekarang, nikmat iman adalah nikmat yang paling tinggi.


Seiring perkembangan zaman terdapat orang-orang yang sesuai dengan sabda Rasulullah berikut ini :

“Jangan kamu tangisi agama ini apabila masih ditangani oleh ahlinya, namun tangisilah agama ini apabila ditangani oleh orang yang bukan ahlinya” (H.R. Ahmad dan Ath-Thabarani)


Terdapatnya orang-orang yang belum mencapai derajad mujtahid, tetapi telah berani berfatwa layaknya seorang mujtahid bahkan menyelisihinya, masih tahu satu macam hadits sudah berani menuduh sesat muhaddits, bahkan belum mencapai derajat Hafidz dalam bidang hadits, tetapi telah berani mengkritik Imam Bukhori, Muslim dan ulama mu’tabar yang telah diakui oleh ulama’ Ahlussunnah wal jama’ah yg telah berderajat hujjatul islam dan mujtahid.


Mengapa Ahlussunnah wal jama’ah?


Rasulullah SAW bersabda : Aku tinggalkan dua perkara apabila kalian berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan tersesat, Kitaballah (alqur’an) dan sunnah rasul (hadits) (HR.Muslim)


Adapun anjuran berjama’ah atau mengikuti ulama’ kebanyakan yaitu para mujtahid, para mufassir, para muhaddits orang salafusholih yang berada dalam manhaj ahlussunnah wal jama’ah, berdasarkan atas dasar sabda Rasulullah SAW :


“Dan sesungguhnya umat ini (Umat Islam) akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan; tujuh puluh dua di neraka (sesat) dan satu golongan di surga, mereka adalah al Jama’ah (mayoritas umat Islam). (H.R. Abu Dawud)


“Barangsiapa yang mengharapkan tempat yang lapang di surga maka hendaknya dia menetap bersama al Jama’ah (Ahlussunnah Wal Jama’ah)” (H.R. at-Tirmidzi)



Telah menjadi kesepakatan, bahwa golongan yg selamat adalah ahlussunnah wal jama’ah yang bermanhaj salafus sholih, tetapi tidak hanya satu yg mengaku dirinya ahlussunnah, bahkan antara satu sama lain berbeda dalam hal usul (aqidah) lalau bagaimana yang benar?


Ahlussunnah iyanya mengikuti al-qur’an dan al-hadits, ini seluruh umat islam, kemudian methode pemahamannya adalah methode salafusholeh, bagaimana methode salafusholeh? Mari kita telusuri satu persatu :


Kebanyakan perbedaan berada pada ayat mutasyabihat yaitu ayat yang mengandung makna samar-samar, yang membahas tentang sifat Allah.


Hadis Saidatina Aisyah r.a katanya: Rasulullah s.a.w membaca firman Allah “Dialah yang menurunkan kepadamu Wahai Muhammad kitab suci Al-Quran. Sebahagian besar daripadanya ialah ayat-ayat muhkamat (yang tetap, tegas dan nyata maknanya serta jelas maksudnya), ayat-ayat muhkamat itu ialah ibu atau pokok isi Al-Quran dan yang lain lagi ialah ayat-ayat mutasyabihat yang samar-samar serta tidak terang maksudnya. Oleh sebab itu timbullah fahaman yang berlainan menurut kandungan hati masing-masing. Adapun orang-orang yang ada di dalam hatinya kecenderungan ke arah kesesatan, maka mereka selalu menurut apa yang samar-samar daripada Al-Quran untuk mencari-cari takwilnya memutarkan maksudnya menurut yang disukainya. Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah dan orang-orang yang tetap teguh serta mendalam pengetahuannya dalam ilmu-ilmu agama. Mereka berkata: Kami beriman kepadanya. Semuanya datang dari sisi Tuhan kami dan tiada yang mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berfikiran. Setelah selesai Saidatina Aisyah berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Apabila kamu melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat iaitu samar-samar dari Al-Quran, maka mereka itulah orang-orang yang telah disebut oleh Allah. Oleh itu berhati-hatilah terhadap mereka. (HR Bukhori No. 4273 http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?idfrom=4272&idto=4272&bk_no=0&ID=2337)


Dari hadits di atas ada sebagian golongan yang tidak mau sama sekali menta’wil bahkan menyesatkan orang yang menta’wil meskipun yg melakukannya adalah Imam Bukhori, tetapi mengapa begitu banyak ulama’ yang menta’wil ayat-ayat mutasyabihat? Insya Allah terdapat ulama’ yang telah mencapai derajat pemahaman yg cukup dan ketakwaan yg telah diakui oleh ahlussunnah waljamaah, maka merekalah yang dimaksud dengan Rosihk fil ilmu.


Al Imam Syaukani dlm Irsyad al-Fuhul halaman 176, berkata ada 2 (dua) ruang lingkup takwil.

Dalam kebanyakan masalah-masalah furu’ (cabang), yakni dalam nash-nash yang berkaitan dengan hukum-hukum syariat yg Zhanni. Takwil dalam ruang lingkup ini tidak diperselisihkan lagi bolehnya di kalangan ulama.
Dalam masalah-masalah ushul (pokok), yakni nash-nash yang berkaitan dengan akidah. Misalkan, nash tentang sifat-sifat Allah SWT, bahwa Allah itu mempunyai yad (tangan), wajh (wajah), dan sebagainya.

Menurut Asy-Syaukani, terdapat tiga mazhab:


Mazhab yang berpendapat bahwa nash tidak boleh ditakwil dan harus dipahami secara lahiriahnya. Inilah pendapatMusyabihah (golongan yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk).
Mazhab yang berpendapat bahwa nash akidah ada takwilnya, tetapi yang tahu takwilnya hanya Allah saja (Qs. Ali-Imran [3]: 7).
Mazhab yang berpendapat bahwa nash akidah boleh ditakwilkan. Inilah mazhab al-Maturidiah, Ibn al-Jauzi, dan al-Ghazali


Ibn Burhan mengatakan bahwa mazhab pertama adalah batil, sedangkan madzhab ke2 dan ke 3 diriwayatkan keberadaannya berasal dari para sahabat.



Saudaraku yg dirahmati Allah, Golongan yang pertama (yang mentapkan sesuai dhohir ayat) ini banyak berkembang saat ini, maka telah bisa diambil istimbat bahwa mereka ini disebut dengan mujassimah(menganggap Allah jism) atau musyabbihah (Menyerupakan Allah dg sesuatu), walaupun mereka tidak mengakui jika dikatakan mujassimah dan musyabbihah, tetapi kenyataannya demikian adanya, maka perlu berhati-hatilah (sesaui pesar Nabi diatas).


Adapun Madzhab kedua yang dimaksud adalah, para ulama salaf yang tafwidz (menyerahkan) seluruhnya kepada Allah SWT. Tidak mengotak atik artinya, maksudnya dll. Hanya mengimani bahwa itu adalah firman Allah yg terdapat dlm Al-qur’an. Jika Allah berfirman “wa yabqo wajhu robbika” mereka tidak berani mengatakan “berarti Allah memiliki wajah” dll, tetapi mereka menyerahkan seluruh maknanya kepada Allah, tanpa berkomentar, dan mengimani ayat tersebut saja.


Adapun pendapat yang ketiga (menta’wil) ini pula disepakati keshohihannya oleh ahlussunnah wal jama’ah, adapun ta’wil yang tidak dibolehkan adalah ta’wil yang tidak sesuai dengan sifat-sifat ke-Agungan dan Kebesaran Allah, ini dilakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW maupun para imam imam ahlussunnah wal jama’ah termasuk Imam Bukhori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.