Di abad ini, muncul kelompok-kelompok pergerakan muslim yang membuat para pemuda muslim tertarik untuk bergabung. Kelompok-kelompok ini memang selalu mengobarkan semangat juang para pemuda, sehingga tidak sedikit pemuda muslim yang memiliki jiwa mujahid yang kemudian bergabung. Tetapi sayangnya, ilmu pemuda itu tidak setinggi semangat jihad mereka, sehingga tidak jarang mereka terjerumus kepada kelompok-kelompok yang beraqidah menyimpang. Di antara kelompok-kelompok itu ada yang berpaham mirip dengan paham wahabi.
MENGHARAMKAN MENGIRIM HADIAH BAGI MAYIT
Mereka mengharamkan mengirimkan hadiah kepada mayit. Mereka beranggapan bahwa pekerjaan yang demikian tidak dicontohkan oleh nabi. Tetapi jika kita membuka kitab Fiqih Sunnah oleh Sayyid Sabiq, pada jilid IV halaman 185-191, kita akan menemukan bahwa nabi telah memberikan penjelasan yang sangat jelas mengenai hal ini. Penjelasan ini sepertinya diambil dari Kitab Ar-Ruuh karya Ibnul Qoyyim Al-Jauzy.
1. Berdo’a dan memohon ampun bagi mayat. Hal ini disetujui secara ijma’.
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Al Hasyr: 10)
2. Sedekah.
Imam Nawawi telah menceritakan adanya ijma’ bahwa sedekah berlaku atas mayat dan sampai pahala padanya, baik ia berasal dari anak, maupun dari lainnya. Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, dan lain-lain dari Abu Hurairah:
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAAW, “Ayahku meninggal dunia, dan ia meninggalkan harta serta tidak memberi wasiat. Apakah dapat menghapus dosanya bila saya sedekahkan?” Ujar Nabi SAAW, “Dapat!”
Dari Hasan yang diterimanya dari Sa’ad bin Ubadah:
Ibu Sa’ad bin Ubadah meninggal, maka tanyanya kepada Rasulullah SAAW, “Ya Rasulullah, ibuku meninggal, dapatkah saya bersedekah atas namanya?” Ujar beliau SAAW, “Dapat!” Lalu tanyanya lagi, “Sedekah manakah yang lebih utama?” Ujar beliau SAAW, “Menyediakan air.”
Kata Hasan, “Itulah dia (sejarah) penyediaan air dari keluarga Sa’ad di Madinah!”
Diriwayatkan daripada Aisyah r.a katanya: Seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w dan berkata: Wahai Rasulullah! Ibuku meninggal dunia secara mengejut dan tidak sempat berwasiat tetapi aku menduga, seandainya dia mampu berkata-kata, tentu dia menyuruh untuk bersedekah. Adakah dia akan mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya? Rasulullah s.a.w bersabda: Benar!
Dan tidak disyariatkan mengeluarkan sedekah itu di pekuburan, dan makruh hukumnya bila dikeluarkan beserta jenazah.
3. Puasa.
Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Seorang wanita telah datang menemui Rasulullah s.a.w dan berkata: Ibuku telah meninggal dunia dan masih mempunyai puasa ganti selama sebulan. Baginda bertanya kepada wanita itu dengan sabdanya: Bagaimana pendapatmu jika ibumu itu masih mempunyai hutang, adakah kamu akan membayarnya? Wanita itu menjawab: Ya. Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: Hutang kepada Allah itu lebih berhak untuk dibayar. (HR. Bukhori dan Muslim)
4. Hajji.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi SAAW lalu bertanya, “Ibuku bernadzar akan melakukan hajji, tapi belum juga dipenuhinya sampai ia meninggal. Apakah akan saya lakukan hajji itu untuknya?” Ujar Nabi SAAW, “Ya, lakukanlah! Bagaimana pendapatmu jika ibumu berhutang, adakah kamu akan membayarnya? Bayarlah, karena Allah lebih berhak untuk menerima pembayaran.” (HR. Bukhori)
5. Shalat.
Diriwayatkan oleh Daruquthni bahwa seorang laki-laki bertanya, “Ya Rasulullah SAAW, saya mempunyai ibu bapak yang selagi mereka hidup, saya berbakti kepadanya. Maka bagaimana caranya saya berbakti kepada mereka, setelah mereka meninggal dunia?” Ujar Nabi SAAW, “Berbakti setelah mereka meninggal, caranya ialah dengan melakukan shalat untuk mereka disamping shalatmu, dan berpuasa untuk mereka disamping puasamu!”
6. Membaca Al Qur`an. Ini merupakan pendapat jumhur dari Ahlus Sunnah.
Berkata Imam Nawawi, “Yang lebih terkenal dari madzhab Syafi’i, bahwa pahalanya tidak sampai pada mayat. Sedangkan menurut Ahmad bin Hanbal, dan segolongan sahabat-sahabat Syafi’i, sampai (pahalanya) kepada mayat. Maka sebaiknya setelah membaca, si pembaca mengucapkan: Ya Allah, sampaikanlah pahala seperti pahala bacaan saya itu kepada si fulan.”
Hanya saja disyaratkan agar si pembaca tidak menerima upah atas bacaannya itu. Jika diterimanya, haramlah hukumnya, baik bagi si pemberi maupun si penerima, sedang bacaannya itu hampa, tidak beroleh pahala apa-apa.
Dalam Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah: Berkata Ahmad bin Hanbal, “Apa pun macam kebajikan, akan sampai kepada si mayat, berdasarkan keterangan-keterangan yang diterima mengenai itu, juga disebabkan kaum muslimin biasa berkumpul di setiap negeri dan membaca Al-Qur`an lalu menghadiahkannya kepada orang-orang yang telah meninggal di antara mereka, dan tak seorang pun yang menentangnya, hingga telah merupakan ijma’.”
Berkata Ibnu Al-Qayyim, “Ibadah itu dua macam, yaitu mengenai harta dan badan. Dengan sampainya pahala sedekah, syara’ mengisyaratkan sampainya pada sekalian ibadah yang menyangkut harta, dan dengan sampainya pahala puasa, diisyaratkan sampainya sekalian ibadah badan (badaniyah). Kemudian dinyatakan pula sampainya pahala hajji, suatu gabungan dari ibadah maliyah (harta) dan badaniyah. Maka ketiga macam ibadah itu, teranglah sampainya, baik dengan keterangan nash maupun dengan jalan perbandingan.”
Berkata Ibnu ‘Ukeil, “Jika seseorang melakukan amal kebajikan seperti shalat, puasa, dan membaca Al Qur`an dan dihadiahkannya, artinya pahalanya diperuntukkannya bagi mayat muslim, maka amal itu didahului oleh niat yang segera disertai dengan perbuatan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.